Courser in English | POSITIVE CRIMINAL LAW IN INDONESIAN CRIMINAL CODE |
Program | Hukum |
SKS | 4 SKS |
RPS | 3 Data |
RPS (Rencanan Perkuliahan Semester)
Mata kuliah ini mempelajari tindak pidana yang terdapat dalam KUHP, seperti: tindak pidana terhadap ketertiban umum, kesusilaan, jiwa manusia, tubuh manusia, dan harta kekayaan (vermogens delicten), tindak pidana pencurian, penadahan, penipuan, penggelapan, perjudian, dan perusakan barang. |
CPL-PRODI |
|
|
S7 S9 P1
P2 KU1
KU 2 KU6
KK2
KK3
KK4 |
Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri Menguasai materi ilmu hukum secara mendalam yang mendukung tugas profesionalnya sebagai ilmuwan atau praktisi hukum; Menguasai logika-logika penyelesaian masalah spesifik bidang hukum dalam masyarakat secara mendalam Mampu menerapkam pemikiran logis, kritis, sistematis dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidangh ilmu hukum Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah dibidang keahlian hukum, berdasarkanhasil analisis informasi dan data Mampu memecahkan permasalahan dalam bidang bidang hukum merujuk pada kompleksitas permasalahan hukum yang terus berkembang dan beradaptasi dalam situasi yang dihadapi melalui pendekatan keilmuan yang relevan di era global; Mampu melakukan kajian ilmiah terhadap fenomena dan masalah tentang mutu, relevansi, dan akses di bidang hukum, dan mempublikasikannya secara ilmiah; Mampu mengembangkan profesi secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif |
|
CP-MK |
|
|
M1
M2 |
Mahasiswa mampu memahami Tindak Pidana-Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP dan dapat menerapkannya dalam penulisan karya tulis ilmiah. Mahasiswa mampu mendeskripsikan bentuk-bentuk Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP dalam bentuk contoh kasus, sesuai rumusan unsur-unsur pasalnya dalam KUHP disertai analisis hukumnya dengan tepat dan benar |
Utama: |
|
Wirjono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco, 1980) |
|
Pendukung: |
|
|
Details ...
Mata kuliah ini mempelajari tindak pidana yang terdapat dalam KUHP, seperti: tindak pidana terhadap ketertiban umum, kesusilaan, jiwa manusia, tubuh manusia, dan harta kekayaan (vermogens delicten), tindak pidana pencurian, penadahan, penipuan, penggelapan, perjudian, dan perusakan barang. |
CPL-PRODI |
|
|
S7 S9 P1
P2 KU1
KU 2 KU6
KK2
KK3
KK4 |
Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri Menguasai materi ilmu hukum secara mendalam yang mendukung tugas profesionalnya sebagai ilmuwan atau praktisi hukum; Menguasai logika-logika penyelesaian masalah spesifik bidang hukum dalam masyarakat secara mendalam Mampu menerapkam pemikiran logis, kritis, sistematis dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidangh ilmu hukum Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah dibidang keahlian hukum, berdasarkanhasil analisis informasi dan data Mampu memecahkan permasalahan dalam bidang bidang hukum merujuk pada kompleksitas permasalahan hukum yang terus berkembang dan beradaptasi dalam situasi yang dihadapi melalui pendekatan keilmuan yang relevan di era global; Mampu melakukan kajian ilmiah terhadap fenomena dan masalah tentang mutu, relevansi, dan akses di bidang hukum, dan mempublikasikannya secara ilmiah; Mampu mengembangkan profesi secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif |
|
CP-MK |
|
|
M1
M2 |
Mahasiswa mampu memahami Tindak Pidana-Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP dan dapat menerapkannya dalam penulisan karya tulis ilmiah. Mahasiswa mampu mendeskripsikan bentuk-bentuk Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP dalam bentuk contoh kasus, sesuai rumusan unsur-unsur pasalnya dalam KUHP disertai analisis hukumnya dengan tepat dan benar |
Utama: |
|
Wirjono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco, 1980) |
|
Pendukung: |
|
|
Details ...
1. Deskripsi Mata Kuliah
Materi perkuliahan hukum pidana lanjutan lebih terfokus pada
pemahaman asasasas
hukum pidana sebagai kelanjutan dari mata kuliah
hukum pidana. Ada 7 (tujuh) pokok bahasan yakni : 1) Percobaan
(poging); 2) Penyertaan (deelneming) ; 3) Pembantuan (Medeplightigheid); 4)
Perbarengan (samenloop) ; 5) Recidive ; 6) Delik aduan (klachtdelict) ; 7)
Gugurnya hak menuntut pidana dan menjalankan pidana ; dan 8) Grasi,
amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Deskripsi masingmasing
pokok bahasan
adalah sebagai berikut :
a. ”Percobaan” (poging) : Terdapat berbagai pandangan dengan
dasar pemimiran masingmasing
dalam percobaan (poging).
Perbedaan pandangan tersebut tidak dapat dilepaskan dengan
tidak ditemukannya batasan tentang percobaan dalam KUHP.
Syaratsyarat
percobaan (”poging”) pada dasarnya juga merupakan unsur
percobaan, yakni : 1) niat (vornemen); 2) permulaan pelaksanaan (begin
van uitvoerings handeling); 3) tidak selesainya pelaksanaan delik, bukan
sematamata
disebabkan karena kehendaknya sendiri. MvT (Memorie van
Toelichting) menguraikan tentang percobaan (”poging”) sebagai telah
dimulainya perbuatan (tindakan), tetapi perbuatan tersebut tidak selesai.
Penjelasan berdasarkan Pasal 53 KUHP dan MvT, menjadi sumber
adanya perbedaan pandangan yang berkenaan dengan permasalahan :
Apakah perkataan ”permulaan pelaksanaan” dalam rumusan Pasal 53
ayat (1) KUHP harus ditafsirkan sebagai permulaan pelaksanaan atau
sebagai permulaan pelaksanaan dari kejahatan itu sendiri. Di samping
itu, muncul pula pandangan yang mempersoalkan, apakah percobaan
(”poging”) merupakan perluasan (pengertian) perbuatan pidana atau
merupakan perluasan pemidanaan atau pertanggungjawaban pidana.
b. ”Penyertaan” (deelneming) : Dalam hukum pidana yang
digolongkan/dianggap sebagai pelaku (dader) ada 4 macam yaitu: 1)
mereka yang melakukan sendiri sesuatu perbuatan pidana (plegen); 2)
mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu perbuatan
pidana (doen plegen); 3) mereka yang turut serta (bersamasama)
melakukan sesuatu perbuatan pidana (medeplegen); dan 4) mereka yang
dengan sengaja menganjurkan (menggerakkan) orang lain untuk
melakukan perbuatan pidana (uitloking). Yang menjadi persoalan pokok
didalam ajaran “deelneining” adalah menentukan pertanggungan jawab
3
dari setiap peserta terhadap delik yang dilakukannya. Di dalam doktrin
penyertaan (deelneming) dibagi kedalam 2 bentuk, yaitu 1) penyertaan
yang berdiri sendiri (Zelfstandige Vormen van Deelneming), yang dalam hal
ini pertanggungjawaban pidana tiap peserta dinilai sendirisendiri;
dan 2)
penyertaan yang tidak berdiri sendiri (Onzelfstandige Vormen van
Deelneining) yang dalam hal ini bentuk pertanggungjawaban pidana dari
seorang peserta digantungkan kepada perbuatan peserta lainnya.
c. Pembantuan (Medeplightigheid) merupakan salah satu bentuk penyertaan
(deelneming) sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHP. Ada pembantuan
apabila dalam suatu tindak pidana terlibat 2 orang atau lebih yang
masingmasing
sebagai pembuat (de hoof dader) dan pembantu (de
medeplichtige). Ada 2 macam pembantuan, yaitu : 1) pembantuan pada
waktu kejahatan dilakukan tanpa daya upaya tertentu; dan 2)
pembantuan yang mendahului/sebelum dilakukan kejahatan dengan
daya upaya tertentu (ditentukan secara limitatif). Persoalan pokok dalam
pembantuan (Medeplightigheid), adalah masalah pertanggungjawaban
pidana yang di satu sisi dibatasi tetapi di sisi lain diperluas.
d. Perbarengan (samenloop) : apabila seseorang melakukan sesuatu
perbuatan, dan dengan melakukan satu perbuatan itu ia melanggar
beberapa peraturan atau apabila seseorang melakukan beberapa
perbuatan dimana masingmasing
perbuatan tersebut merupakan tindak
pidana yang berdiri sendirisendiri,
dan terhadap salah satu dari
perbuatan pidana tersebut belum ada putusan hakim, dan terhadap
beberapa tindak pidana tersebut diadili sekaligus. Diadakannya
pengaturan tentang perbarengan (samenloop), untuk menentukan ukuran
pidana (hukuman), artinya pidana apa dan berapakah jumlahnya yang
akan dijatuhkan karena ’pelaku’ melakukan beberapa tindak pidana
yang masingmasing
berdiri sendiri. Ada 4 sistem Pemidanaan dalam
samenloop, yaitu : absorptie stelsel ; comulatie stelsel ; verscherpte ; dan
gematigde comulatie stelsel.
e. Recidive Recidive terjadi apabila seseorang telah melakukan perbuatan
pidana dan terhadap perbuatan pidana tersebut telah dijatuhi pidana
oleh hakim, dan pidana tersebut telah dijalani oleh terpidana. Namun
setelah mereka selesai menjalani masa pidana, dalam jangka waktu
tertentu, ia kembali lagi melakukan tindak pidana. Recidive merupakan
alasan pemberatan pidana.. Sistem penjatuhan pidana dalam recidive
ada 3 macam, yaitu : 1) recidive umum (algemene recidive atau generale
recidive); 2) recidive khusus ( speciale recidive atau bijzondere recidive) ;
dan 3) tussen stelsel.
f. Delik aduan (klachtdelict) Delik aduan ialah delik yang hanya dituntut
atas dasar adanya pengaduan. Ini berarti bahwa sebelum adanya
pengaduan dari pihak yang berkepentingan, maka jaksa/penuntut
4
umum belum boleh melakukan tuntutan. Dalam hal delik aduan,
diadakan tidaknya persetujuan dari yang dirugikan artinya Jaksa hanya
dapat menuntutnya sesudah adanya pengaduan dari yang dirugikan.
Sebagai satusatunya
alasan dari pembuat KUHP. untuk menetap delik
aduan itu adalah adanya pertimbangan bahwa didalam beberapa hal
tertentu kepentingan dari yang dirugikan agar supaya perkaranya tidak
dituntut adalah lebih besar dari pada kepentingan negara untuk
melakukan penuntutan. Delik aduan dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu :
delik aduan absolut (mutlak) dan delik aduan relatif (nisbi).
g. Gugurnya hak menuntut pidana dan menjalankan pidana
Gugurnya hak menuntut pidana ada yang diatur dalam KUHP dan ada
pula yang diatur di luar KUHP. Ada 4 jenis alasan gugurnya hak
menuntut pidana dalam KUHP, yaitu Ne bis in idem (Pasal 76 KUHP),
matinya tertuduh (Pasal 77 KUHP), kedaluwarsa (Pasal 68 – 81 KUHP)
dan penyelesaian di luar proses peradilan ”Afdoening buiten proces”
(Pasal 82 KUHP). Alasan gugurnya hak menuntut pidana di luar KUHP,
adalah abolisi dan amnesti, yang diatur dalam UUD dan hanya dapat
diberikan oleh kepala negara. Abolisi merupakan kewenangan kepala
negara berdasarkan UU untuk menghentikan atau meniadakan tuntutan,
sedangkan amnesti merupakan wewenang kepala negara dengan UU
atau atas kuasa UU untuk menghapuskan semua akibat hukum dari
orangorang
yang melakukan tindak pidana. Ada 2 alasan yang
menyebabkan gugurnya hak untuk menjalankan pidana, yaitu matinya
terhukum (Pasal 83 KUHP), dan kedaluwarsa (Pasal 84 85
KUIIP).
h. Grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Grasi merupakan hak kepala
negara untuk memberikan pengampunan kepada orang yang telah
dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap. Grasi tidaklah
menghilangkan putusan hakim, dalam artian putusan hakim tetap ada,
tetapi pelaksanannya ditiadakan/dihilangkan atau dikurangi ataupun
jenis pidananya dirubah.
-
References1. UndangUndang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945
2. Lamintang, P.A.F 1984. Dasardasar
Hukum Pidana Indonesia. Bandung
: Sinar Baru, hal. 510 551
3. Muljatno 1980. Delikdelik
Percobaan, 1980 h. 5, 6, 13, 2, 30, 22, 23.
6
4. Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional 1983 KUHP (Kitab
Undangundang
Hukum Pidana, Terjemahan Resmi. Jakarta : Sinar
Harapan, hal. 33 36
5. Satochid K., Kuliah Hukum Pidana Bagian Kesatu. h. 362, 373, 364, 382.
6. Schaffmeister D, N. Keijzer, PH Sitorius 2007. Hukum Pidana. Bandung :
Citra Aditya Bakti, hal. 209 265
7. Soemitro, Widayuti PS, Wonosutanto 1985. Hukum Pidana II. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret, hal. 1 15
8. Soesilo, Pokok Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik Delik
Khusus. h, 7677.
9. Sianturi, SR 198 AzasAzas
Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya. Jakarta : AHAEM PETEHAEM, hal. 310 – 311
10. Tresna, R 1959. Azasazas
Hukum Pidana. Jakarta : Tiara Ltd, hal. 76 81
Details ...